Tidak Ada Kata Terlambat ; by Hayfa K.A


Tidak Ada Kata Terlambat

    Angin berhembus membuat rambut seorang wanita beterbangan kesana kemari tak tentu arah. Wanita yang mengenakan seragam putih abu-abu itu sedang menikmati udara yang begitu segar di depan pos satpam yang sudah lama tak pernah digunakan lagi. Pandangngannya tertuju pada kerusakan kerusakan yang ada di depannya apalagi gerbang putih yang kini tak pernah digunakan lagi karena sudah tergantikan oleh gerbang yang baru, gerbang itu tidak sendirian di sekitarnya banyak teradapat sisa-sisa bahan bangunan yang nampaknya belum selesai, namun proses telah ditunda cukup lama kurang lebih 1 tahun. Kesunyian yang menemaninya kini karena ini adalah jam pelajaran dan dia duduk terdiam disini tidak seperti teman temannya yang lain yang tengah sibuk dengan buku buku mereka. Tidak mengikuti jam pelajaran sudah menjadi kebiasaan baginya, guru-guru pun bahkan sudah tak asing lagi pada wajahnya yang selalu berkeliaran di tengah jam pelajaran,tetapi guru-guru tidak ada yang berani menegurnya karena dia adalah anak seorang kepala sekolah di SMA 61 ini.

    "Arlyn!" wanita tadi membalikan tubuhnya berusaha mencari orang yang memanggilanya, tapi Arlyn hanya menengokkan kepalanya, setelah menemukan orang yang memanggilnya itu. Wanita dengan rambut yang tergerai panjang itu pun tersenyum seraya berjalan mendekati Arlyn, ia pun duduk disamping Arlyn yang kini telah mengalihkan pandangan darinya. Wanita itu bernama Sasa dia adalah teman Arlyn sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar.
    "Itu kenapa di diemin aja sih? Merusak pemandangan banget" ucap Sasa sembari menunjukan tangannya pada gerbang putih dihadapan mereka, Sasa memang suka sekali mengkritik sesuatu bahkan sampai hal yang tidak penting sekalipun.
    "Gak tau lah, mungkin kekukarangan dana atau gk uangnya dikorupsi kali" balas Arlyn dengan datar tanpa ekspresi berbeda dengan Sasa yang kini sudah mengernyitkan dahinya, tanda bahwa ia kebingungan dengan perkataan Arlyn, dalam benaknya ia mempertanyakan soal hal korupsi itu.  Tapi beberapa saat kemudian ekspresi Sasa langsung berubah, sebuah senyuman tipis menghiasi wajahnya.

***

    Arlyn yang baru saja sampai di depan rumahnya segera berjalan ke arah pintu rumahnya, ia pun membuka pintu itu. Tak ada ucapan apapun, ucapan salam yang biasa diucapkan saat kita memasuki rumah tak pernah Arlyn ucapakan, karena ia sangat yakin tidak akan ada yang membalas salamnya terkecuali jika pembantunya ada dirumah semenjak ibunya meninggal. Ayahnya jarang sekali ada dirumah padahal pekerjaannya hanyalah seorang kepala sekolah bukan seorang CEO yang sangat sibuk, entahlah mungkin ayahnya tidak mau berlama lama berada di rumah yang penuh kenangan ini.

    Arlyn pun melangkahkan kakinya menapaki satu demi satu anak tangga yang akan membawanya menuju kamarnya. Setelah sampai dikamarnya ia pun langsung menghempaskan dirinya pada kasurnya yang empuk tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu, kamar yang di dominasi warna biru muda dan banyak poster boygrup kesayangannya yang tertempel rapih memenuhi dinding kamarnya. Melihat poster poster itu membuatnya teringat pada album yang baru saja sampai di rumahnya kemarin malam setelah menunggu 1 bulan lamanya. Arlyn pun bangkit dari tidurnya dan berjalan menghampiri meja belajarnya, tangannya terulur mengambil album yang masih terbungkus oleh plastik karena ia belum sempat membukanya kemarin.

    Bukan Arlyn namanya jika ia tidak aktif di media sosial, oleh karena itu ia langsung saja memfoto albumnya tadi dan segera membagikannya di akun sosial medianya. Arlyn yang berniat ingin mendengarkan lagu boygrup favoritnya-EXO- harus mengurungkan niatnya karena matanya sudah tidak sejalan dengan hatinya. Akhirnya Arlyn pun berjalan menuju tempat tidurnya dan segera terlelap.

***

    Arlyn terbangun dari tidurnya karena suara alarm yang Arlyn selalu di atur pada jam 6.30 pagi agar Arlyn ingat bahwa itu sudah saatnya ia berangkat sekolah karena Arlyn selalu menonton serial kartun di televisi setip pagi setelah ia bersiap ke sekolah, oleh karena itu ia memasang alarm agar ia tidak kebablasan menonton kartun. Arlyn memang anak yang rajin dalam urusan berangkat ke sekolah walaupun nantinya ia akan membolos jam pelajaran.

    Sebentar, alarm itu selalu bersuara pada pukul 6.30 pagi itu berarti...... Oh tidak Arlyn tertidur sangat lama dari kemarin sore hingga pagi, ah pasti ayahnya tidak pulang lagi sehingga tidak ada membangunkan Arlyn, karena pembantunya tidak akan berani membangunkannya. Sekarang seharusnya arlyn sudah berangkat ke sekolah tetapi dia baru saja bangun tidur. Arlyn pun segera bergerak dengan cepat menuju ke kamar mandi, mencuci mukanya dan menggosok giginya, tidak perlu mandi begini saja sudah membuatnya terlambat sekolah. Dengan kekuatan secepat kilat Arlyn pun siap berangkat ke sekolah hanya dalam waktu lima belas menit.

    Arlyn memang bukan pelajar yang baik, ia sering kali dihukum karena ulahnya. Tetapi dihukum karena telat adalah yang paling ia hindari, bukan karena hukumannya karena Arlyn sudah terbiasa menjalani berbagai hukuman, tapi karena surat ijin yang harus ia dapatkan untuk memasuki kelas jika telat datang ke sekolah, dan surat ijin itu hanya bisa didapatkan dari kepala sekolah atau wakilnya. Arlyn tak mau berurusan dengan ayahnya, bisa bisa ia mendapatkan ceramah dari ayahnya itu.

    Tetapi Arlyn teringat ayahnya sama tidak pulang semalam sehingga tidak membangunkan Arlyn, berarti sekarang ayahnya pun tidak akan ada di sekolah. Senyum Arlyn kembali tercetak di wajah cantiknya, Arlyn yang semula gelisah menunggu kedatangan angkot pun kini lebih tenang. Arlyn pun bergumam dalam hatinya 'mau datang jam berapapun kalau gak ada Ayah mah bebas paling juga disuruh hormat'.

    Tak lama angkot yang Arlyn tunggu pun tiba, angkot berwarna biru muda dan bernomor 94 itu menghampiri Arlyn. Hanya satu orang yang ada di dalam angkot itu, yang nampaknya nasibnya sama seperti Arlyn, namun ia bersekolah di sekolah yang berbeda dengan Arlyn karena rok yang ia kenakan berbeda dengan yang Arlyn kenakan. Angkot yang Arlyn tumpangi berjalan dengan lambat bahkan sekali kali angkot tersebut berhenti untuk menunggu penumpang, tetapi Arlyn terlihat sangat tenang sangat berbeda dengan wanita di depannya yang sudah tampak gelisah.


    Gerbang sekolah Arlyn sudah terlihat dari dalam angkot, segera Arlyn bersiap untuk turun. "Kiri Mang" ucap Arlyn sedikit berteriak agar angkotnya berhenti tepat di depan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.
    "Baru datang jam segini neng?" Ucapan Pak satpam membuat arlyn yang sedang mengintip pagar terkejut dan segera memundurkan kepalanya. "Pak satpam ngagetin aja, biarin aja Pak kepseknya juga gak ada" jawab Arlyn dengan seringaiannya yang membuat Pak satpam hanya geleng geleng kepala. "Sayangnya eneng gak beruntung kali ini, Pak kepala udah ada di dalem dari tadi pagi" raut wajah Arlyn seketika berubah menjadi suram, kaget dan binggung semua tercampur menjadi satu.

    'Kalau gini caranya mending bolos aja sekalian lah daripada kemana ceramah' ucap Arlyn didalam hatinya. "Arlyn levina!" Baru saja Arlyn ingin membalikan tubuhnya untuk kembali  ke rumah sebuah suara yang Arlyn kenali membuat langkahnya terhenti. Dia adalah Levi -Ayah Arlyn-. 'Mampus' umpat Arlyn didalam hatinya.

    "Kesini kamu, ambil surat ijinnya dulu di ruangan saya" perintah Levi dengan nada tegas yang biasanya ia gunakan saat akan mengeluarkan ceramahan panjangnya. Arlyn menghela napas kasar dan mulai berjalan mengikuti ayahnya setelah Pak satpam membukakan gerbang untuknya.

    Seperti dugaan Arlyn kini ia hanya terduduk sambil menundukan kepalanya tak ingin melihat ayahnya yang kini tengah memarahinya karena terlambat datang ke sekolah. Arlyn selalu saja menyangkal setiap ucapan ayahnya tapi di dalam hati karena ia tidak berani jika sudah berurusan dengan ayahnya ini. Hingga bel istirahat pun berbunyi yang membuat Levi memberhentikan amarahnya dan menyuruh anaknya itu untuk keluar dari ruangannya.

    Tanpa menunggu diperintahkan 2 kali Arlyn pun langsung keluar dari ruangan ayahnya yang menurutnya sumpek karena dipenuhi oleh berkas berkas yang menurutnya tidak penting. Namun saat Arlyn keluar dari ruangan ayahnya terasa ada yang berbeda. Pada siswa siswi memenuhi koridor utama menuju kantin namun pandangan mereka semua seakan mengintimidasi Arlyn. Tak biasanya orang orang menatapnya seperti ini, biasanya mereka tidak peduli dengan kehadiran Arlyn yang dianggap benalu, namun kini semua mata tertuju pada Arlyn seperti Arlyn adalah miss Indonesia. Arlyn yang memang tidak pernah peduli dengan sekitarnya pun tetap berjalan menyusuri koridor menuju kantin, karena ia belum sempat sarapan tadi pagi yang membuat cacing-cacing diperutnya berdemo sekarang.

    Sampai kantin tatapan orang orang tidak pernah berubah tapi Arlyn tetap tidak mempedulikannya, ia berjalan menuju kios siomay dan memesannya kemudian duduk di kursi paling pojok dekat kopsis. Tak lama menunggu pesanannya pun sudah datang bersamaan dengan Sasa yang duduk di depannya. Mata Sasa menyiratkan kekhawatiran dan kegugupan yang membuat Arlyn penasaran.
    "Kenapa Sa?" Sasa yang ditanyapun tersentak kemudian dia seperti ingin menjawab namun tidak kunjung mengeluarkan suaranya.
"Sa" panggil Arlyn lagi, "ah iya Lyn itu... kamu aku aneh sama anak anak? Km tau mereka kenapa?" Jawab Sasa yang mulai bisa mengeluarkan suaranya walau dengan sedikit gugup. Arlyn pen mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia mengerti dengan perkataan Sasa. "Oh itu, aneh sih tapi biarin aja, aku gak ngerasa salah juga" jawab Arlyn dengan muka datarnya. "Coba periksa instagram deh Lyn nanti kamu bakalan tau, aku balik ke kelas dulu ya" ucap Sasa sembari berjalan menjauh meninggalkan Arlyn.

    Ucapan Sasa membuat Arlyn teringat pada handphonenya yang sudah dari semalam tidak membukanya padahal ia biasanya tidak pernah lupa dari yang namanya handphone. 'Nanti aja lah liat di kelas' ucap Arlyn di dalam hatinya lalu kemudian melanjutkan memakan siomaynya.

    Setelah siomaynya habis Arlyn berjalan ke kelas dengan mengambil jalan yang agak memutar agar ia terbebas dari kumpulan orang orang yang akan memandangnya aneh lagi. Untungnya jalan yang dipilih Arlyn sedang sepi sehingga dia tidak perlu berurusan lagi dengan orang orang yang menatapnya aneh.

    Sesampainya di kelas Arlyn berjalan menuju tempat duduknya yang terletak di pojok kelas samping jendela yang mengarah ke lapangan. Arlyn merogoh tas nya berusaha mencari handphonenya yang seingatnya tadi pagi ia menaruhnya di dalam tas. Setelah menemukannya Arlyn pun segera menyalakan handphonenya dan membuka aplikasi instagramnya.

    Arlyn terheran sampai ia mengernyitkan dahinya, karena kini  instagramnya yang biasanya sepi kini dipenuhi oleh komentar di bawah foto album EXO yang baru saja ia upload kemarin. Namun ekspresi arlyn berubah dengan sangat drastis matanya kini terbelalak kaget namun tak lama katanya berkaca kaca, napasnya tertahan, ia menahan tangisnya yang akan pecah.

'Album hasil korupsi uang sekolah masih aja dipamerin'
'Gk pernah diajarin jujur gitu sama orang tuanya, oh iya lupa orang tuanya yang korupsi'
'Butuh banget uang sampe harus ngambil uang sekolah?'
'Kebongkar juga kedoknya ya mbak'
'Katanya sedih Ibunya pergi tapi malah korupsi'

    Kira kira sepeti komentar yang ditujukan untuk Arlyn. Bagaimana bisa mereka berfikir seperti itu?. Korupsi? Bahkan Arlyn tidak pernah tau masalahnya apa. Dan yang paling menyakitkan satu komentar terakhir berhasil membuat arlyn terdiam. Mereka bahkan mengungkit Bunda Arlyn yang membuat Arlyn teringat masa lalunya yang kelam. Arlyn lemah dalam hal ini, inilah sisi rapuh seorang Arlyn yang hanya wanita biasa.

    Arlyn memang bisa dikatakan badgirl tapi siapa sangka jika itu hanya untuk menutupi dirinya dan penutup dari kesalahan.

    Berhasil menahan tangisnya, Arlyn pun mendongakkan kepalanya berusaha membuat air matanya masuk kembali. Arlyn pun menidurkan kepalanya diantara lipatan tangannya, Arlyn tidak tidur, hanya saja Arlyn teringat pada wanita yang selalu menemaninya setahun lalu, dia adalah Vina ibu Arlyn. Mengingat itu membuat air mata yang sudah Arlyn berhasil tahan kini harus terjatuh. Terlalu lelah menahan tangis hingga tak bisa terbendung membuat Arlyn terlelap menuju dalam bawah sadarnya.

**

    Bunda incoming videocall

    Arlyn yang sedang fokus pada tugas tugasnya pun sejenak menengokkan kepalanya, melihat Bundanya yang menelpon tanpa berbasa basi Arlyn langsung mengangkatnya dan mengarahkan handphonenya di depan wajahnya karena ini adalah videocall.

    "Bunda..... akhirnya Bunda telpon aku juga" Arlyn berteriak histeris setelah beberapa hari ini Bunda tak pernah menelponnya.
    "Halo sayang.... maafin Bunda ya, disini Bunda lagi banyak pertemuan jadi Bunda gak bisa telpon kamu beberapa hari ini. Selama Bunda gak telpon kamu masih belajar kan? Masih semangat?" Tanya Bunda Arlyn disebrang sana dengan senyun yang tak pernah pudar
    "Iya Bunda gapapa, Arlyn belajar dong Bunda, Arlyn gak pernah lupa sama kata kata Bunda, Bunda kan yang selalu semangatin Arlyn belajar" jawab Arlyn dengan senyum yang tetap mengembang.
    "Bagus dong sayang,  Bunda disini selalu dukung kamu walaupun kita jauh, Bunda janji bentar lagi bunda pulang"

***

    Arlyn terbangun dari tidurnya dengan linangan air mata yang kini telah mengering, tapi tak berapa lama air mata itu kembali metenetes seakan tidak pernah habis. Mimpi Arlyn tadi mengingatkannya kembali pada sosok Bundanya, itu adalah terakhir kali Arlyn berbicara dengannya, bahkan Arlyn berbicara secara tidak langsung. Jika ia tau itu saat terakhirnya, mungkin Arlyn telah menyusul Bundanya dan memeluknya erat.

    Air mata Arlyn yang terus menetes membuat ia jadi pusat perhatian kelasnya. Bagaimana tidak Arlyn yang biasa tegar kini menangis tersedu sedu. Menyadari keadaan, Arlyn segera menutupi wajahnya dan beranjak pergi dari kelasnya menuju kursi panjang yang ada di samping kantin, itu adalah tempat menyendiri terbaik karena itu satu satunya tempat sepi yang enggan didatangi oleh orang orang.

    Hanya kesepian yang kini bisa membuatnya tenang dari tangisannya, semakin banyak orang semakin membuat tangisnya bertambah besar. Tangis Arlyn kini mulai mereda tetapi pandangannya masih kosong ia termenung mengingat masa masa indah bersama Bundanya yang telah lama tak pernah ia rasakan.

    Arlyn yang dulu memang berbeda jauh dengan Arlyn yang sekarang, terlalu banyak yang berubah dari Arlyn semenjak kematian Bundanya. Bahkan orang orang disekitarnya sudah tak mengenali sifat Arlyn, hanya Sasa yang kini bertahan di sisinya.

    Kesedihan Arlyn yang mendalam dikarenakan Vina-Bunda Arlyn- tak mau mengakui penyakitnya hingga akhir hayatnya. Arlyn teringat masa masa itu, saat Bundanya pindah Korea untuk mengejar mimpinya menjadi seorang fashion designer. Namun ternyata Bundanya pergi bukan karena mimpinya, ia pergi karena penyakitnya yang harus ditangani disana. Tapi sayang Bundanya tak bisa diselamatkan sebelum Arlyn menemuinya. 1 tahun Bundanya disana Arlyn hanya melepas rindunya dengan videocall.

   Vina satu satunya alasan Arlyn untuk tetap belajar dan ia adalah penyemangatnya. Arlyn belajar bahkan bersekolah atas dasar cintanya pada Vina, jika Vina tidak menyuruhnya mungkin Arlyn hanya akan berdiam diri di rumah dan bermanja manja kepada Bundanya.

    Ketika Bundanya pergi untuk selama lamanya tanpa pernah tau perjungan hidupnnya, bahkan yang paling menyakitkan tanpa perpisahan dan kata kata terakhir, Arlyn sudah tak punya lagi alasan untuk belajar tak ada lagi yang menyemangatinya. Setiap hari hanya Arlyn isi dengan berdiam diri dikamarnya, merenung, menangis setiap hari itu sudah menjadi kebiasaan. Berpisah tanpa berpamitan memang hal yang paling menyakitkan.

***

    Kejadian 1 tahun lalu terulang kembali, Arlyn tak mau keluar dari kamarnya berhari hari, ayahnya sudah cemas dengan keadaan Arlyn. Ia tahu keadaan di sekolah memang tidak baik bagi Arlyn yang pada kenyataannya mentalnya belum sembuh sepenuhnya. Levi pun sedih atas kepergian Vina tapi dia masih bisa mengontrol dirinya, namun Arlyn tidak.

    Levi memang jarang dirumah, tapi itu ia lakukan agar kenangan dengan istrinya dirumah bisa ia simpan tanpa harus diingat. Dia tak mau membiarkan Arlyn jadi seperti ini, tapi Levi sudah berusaha namun Arlyn tak banyak berubah. Hanya Arlyn yang ia punya kini, namun ia malah menyia-nyiakannya. Levi terkesan seakan menelantarkan Arlyn, padahal ia peduli padanya. Tapi apa daya Arlyn adalah bagian dari kenangannya bersama Vina, jika ia melihat Arlyn, Levi akan seperti melihat Vina. Levi tak kuasa jika harus berhadapan dengan Arlyn terlalu lama karena itu hanya akan membuat luka lamanya kembali.

    Levi berani sumpah dia tidak pernah sedikit pun menggambil uang sekolah, entah siapa yang tega membuat berita itu. Untung saja  para komite sekolah yang mendengar berita ini telah Levi buktikan kebenarannya dan mereka percaya. Namun apa daya murid-murid masih tidak bisa dikendalikan. Mereka terus saja menuduh tanpa adanya bukti. Tetapi anehnya ketika mereka ditanya apa bukti dari perkataan mereka, mereka justru menjawab bahwa itu adalah perkataan Arlyn sendiri. Levi tidak peecaya karena Arlyn adalah tipe anak yang selalu mengindari masalah dengan teman temannya. Bahkan Levi tau Arlyn bersikap seperti ini setelah kepergian Bundanya itu karena ia ingin menutupi kelemahannya jika dicaci maki oleh teman temannya.

    Levi ingat apa yang selalu Vina katakan kepada Arlyn "kalau kamu gk mau di ejek sama orang lain, belajar yang rajin jadi anak pinter supaya bisa dihargai sama orang dan jangan buat kesalahan, jika kamu buat kesalahan cobalah tutupi semua kesalahan itu dengan cara apapun". Itu adalah kalimat yang selalu membangun Arlyn selama ini. Tapi nampaknya Vina salah nemilih kata kata, ketika Vina mengatakan ‘dengan cara apapun’ Arlyn justru memilih cara yang sebenarnya salah untuk menutupi kesalahannya demi menutupi rahasia terbesarnya.

   Rahasia terbesar Arlyn adalah Arlyn yang trauma dengan ejekan, bullyan dan lain sebagainya. Arlyn membully temannya hanya karena ia tak mau dibully oleh teman temannya. Namun kini pertahanan Arlyn sudah hancur, Arlyn tak bisa menutupi kesalahannya.

    Pertahanan Arlyn yang hancur membuatnya begitu terpuruk, Levi tak ingin ini terjadi terlalu lama Levi harus menyiapkan mentalnya untuk berbicara dengan Arlyn secara serius. Sudah lama sekali Levi tak pernah berbicara secara serius lagi dengan Arlyn karena ia tak mau mengenang masa lalunya.

***
    Merasa mentalnya sudah siap, Levi mengetuk pintu kamar Arlyn yang penghuninya sudah beberapa hari ini tidak keluar dari kamarnya, makan pun diantar ke kamarnya dan hanya dimakan sedikit.

    Tok...tok...tok...
    "Arlyn, Ayah masuk ya nak?" tak jawaban apapun terdengar dari dalam kamar.
    "Arlyn?" Levi kembali memanggil anaknya untuk meminta izin masuk ke kamarnya, namun kembali tak ada jawaban dari dalam. Hal itu membuat Levi meyakinkan dirinya untuk langsung masuk ke kamar anaknya itu tanpa menunggu sang pemilik membukakan pintu.

    Levi membuka pintu kamar Arlyn perlahan, berusaha agar tidak mengeluarkan bunyi yang mungkin bisa mengganggu Arlyn. Dilihatnya Arlyn yang tengah terduduk sambil memeluk kedua kakinga di pojok kamar dengan kepala yang ditenggelamkan diantara kedua kakinya.

    Levi menutup kembali pintu kamar Arlyn dan mulai berjalan mendekati Arlyn kemudian duduk di hadapan Arlyn.
    "Arlyn, liat Ayah sayang" panggil Levi setelah ia menemukan posisi duduknya yang nyaman. Namun Arlyn tidak menggubris perkataan Levi ia tetap saja menenggelamkan kepalanya diantara kedua kakinya tak mau mendongakkan kepalanya.
    "Arlyn mau sampe kapan kaya gini terus sayang? Kamu gak bisa kaya gini terus. Masalah itu gak bisa ditinggalin sayang tapi harus kamu hadapi" Levi mencoba kembali berbicara dengan nada bicara yang ia lembutkan agar Arlyn tidak tersinggung dengan perkataannya. Namun sayang Arlyn masih belum mau mendonggakan kepalanya untuk sekedar memandang lawan bicaranya.

    Levi menghembuskan nafasnya kasar, susah sekali rasanya membuat Arlyn bangkit namun ia belum menyerah. "Arlyn gak pernah lupa kan sama pesan terakhir Bunda?" Levi berharap pertanyaanya ini bisa membuat Arlyn berbicara karena ini menyangkut Bundanya. Benar saja pelan-pelan Arlyn mulai mendongakkan kepalnya, dia mulai menatap Ayahnya dengan mata yang sudah sangat sembab dengan matanya yang memerah.

    "Pesan?" akhirnya Arlyn mengeluarkan suaranya walau hanya satu kata sudah membuat Levi mengembangkan sebuah senyuman di wajahnya.

    "Iya pesan yang ada di kotak biru yang ayah kasih ke Arlyn setelah pemakaman Bunda" Levi berbicara sembari mengelus surai lebut anaknya yang kini memulatkan matanya walaupun tertutup oleh matanya yang sembab.

    Arlyn menghapus air matanya kasar dan mulai bangkit dari duduknya walaupun ia sempat akan terjatuh karena Arlyn terlalu lama menangis. Arlyn menghampiri lemari pakaiannya kemudian membukanya dan mulai mengacak ngacak bajunya, nampaknya Arlyn sedang mencari sesuatu. Tak lama Arlyn terdiam dan mulai mengankat kotak berwarna biru muda itu, Arlyn termenung sejenak menatap kotak berwarna biru itu.

    Arlyn baru mengingat kotak itu kembali setelah sekian lama, Arlyn lupa ia pernah menerima kotak itu. Dulu setelah Arlyn menerima kotak itu dari Ayahnya Arlyn tak membukannya karena jika ia membukannya ia hanya akan kembali mengingat Bundanya yang membuatnya semakin terluka. Meskipun begitu Arlyn tetap menyimpan kotak itu karena ia masih menghargai pemberian Bundanya walupun hatinya terasa sangat perih sampai air mata sudah tak bisa lagi menetes.

    Arlyn membalikan tubuhnya lalu berjalan menuju tempat tidurnya dan duduk di tepinya. Levi yang melihat itu pun bangkit dari duduknya kemudian duduk si samping Arlyn. Levi yang melihat pita kotak itu masih pada tempatnya nampak mtersentuh sama sekali.

    "Arlyn belum pernah buka kotaknya?" tanya Levi yang rasa penasarannya tak bisa dibendung lagi. Arlyn hanya menganggukkan kepalanya lemah. Levi yang melihatnya hanya tersenyum miris, ia tahu sulit rasanya mengingat masa lalu.

    Arlyn mulai membuka kotak biru itu perlahan, Arlyn ragu membukannya tapi ini sudah saatnya membukanya. Setelah melepaskan ikatan pitanya kini Arlyn mulai membuka penutup kotak tersebut. Setelah dibuka terlihat sebuah kalung yang sangat indah dengan selembar kertas yang masih bersih walaupun sudah dimakan usia. Pertama Arlyn mengambil kalung perak dengan bandul berlian yang sangat indah.

    "Itu kalung Bunda pemberian dari nenek, kata Bunda kalung ini harus diberikan ke anak Bunda yaitu kamu dan seterusnya kamu yang akan kasih itu keanak kamu nanti" Levi yang mengatakan itu berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh di depan anaknya, ia haru bisa kuat di depan Arlyn. Levi menghela nafasnya sejenak. "Semoga kamu bisa kasihin itu secara langsung ke anak kamu nanti-" kalimat Levi terhenti oleh air matanya yang meluncur bebas tapi ia langsung menghapusnya dan kembali menatap Arlyn.

    Setelah puas menatap kalung tadi, Arlyn menyimpannya kembali ke kotak. Kini ia beralih pada kertas yang terlipat menjadi dua, Arlyn kemudian membuka lalu membacanya.

    Hai Arlyn!
    Maaf  Bunda cuma bisa kasih ini buat Arlyn, Bunda bahkan gak sempat buat ketemu Arlyn. Maafin Bunda sayang kalau justru yang Bunda lakuin ke kamu malah bikin kamu sakit, Bunda tau gimana sakitnya kala kehilangan seseorang tanpa pamit. Tapi itu harus Bunda lakuin buat kamu, 1 tahun bunda sembunyiin ini rasanya susah banget tapi Bunda tau kalau Bunda gak lakuin ini kamu gak akan semangat lagi buat belajar, tapi Bunda berharap kalau suatu saat Bunda udah gak bisa nyemangatin kamu lagi kamu harus tetep semangat walaupun tanpa Bunda. Dan harapan terbesar Bunda adalah kamu bisa nerusin kuliah Bunda yang sempat tertunda karena penyakit ini. Bunda udah sempet bikin tempat buat Bunda kerja setelah lulus tapi nyatanya, lulus aja Bunda belum tapi sakit Bunda malah tambah parah. Biar tempat yang di korea gak kebuang percuma, Bunda berharap kamu bisa kuliah disana nerusin Bunda.
Maaf kalau suratnya jadi gak jelas kaya gini tapi kepala Bunda udah berasa muter muter.

    Surat itu berakhir dengan kesakitan yang diungkapkan Vina yang membuat Arlyn kembali menjatuhkan air matanya tanpa bisa tertahan. Keinginanan terakhir Bundanya membuat beban pikiran Arlyn semakin bertambah. 'Bagaimana bisa masuk perguruan tinggi di korea, ulangan gak remed aja udah alhamdullilah' batin Arlyn.
Akibatnya Arlyn memegang kepalanya sambil mengerang kesakitan, Levi yang melihat itu segera membantu anaknya untuk tidur. Tak lama Arlyn sudah terlelap menuju alam mimpinya berusaha meredam rasa sakitnya.

***
    Kali ini Levi tidak sibuk dengan pekerjaannya dia lebih memilih mengurusi permasalahan Arlyn, bahkan Levi kini sedang mencari orang yang menyebarkan berita bahwa ia korupsi dengan menanyai anak anak satu per satu. Levi sadar apa yang ia lakukan kini mungkin kekanak-kanakan tapi dia harus tau siapa orangnya agar orang iti tidak lagi mengganggu Arlyn atau jika dia tidak menemukan orangnya ia akan memindahkan Arlyn ke sekolah yang lain. Tapi sulit rasanya memindahkan Arlyn saat dia sudah mau melaksanakan Ujian Nasional semester depan

    Walaupun Arlyn masih belum bisa sekolah karena kondisi fisiknya yang belum pulih sepenuhnya tapi kini Arlyn sudah jauh lebih baik, bahkan kini ia selalu membaca. Bukan membaca cerita cerita fanfiction tentang idolanya melainkan buku pelajaran yang tertinggal selam ia tidak masuk sekolah. Arlyn banyak berubah setelah membaca surat dari Bundanya. Seharusnya Arlyn membaca surat itu dari dulu agar ia tidak terpuruk terlalu lama.

***
    Satu minggu kemudian

    Arlyn sudah berangkat ke sekolah walau tanpa senyuman seorang anak yang telah sekian lama tidak masuk sekolah. Arlyn masih belum bisa menghilangkan ingatannya tentang orang orang yang membencinya, tapi ia selalu menghilangkan rasa itu dengan semangat belajarnya yang kini kembali karena Bundanya. Walaupun Bunda gak ada di sini tapi semangat Bunda gak akan pernah ilang.

    Arlyn memasuki kelasnya dengan tatapan orang orang yang tertuju kepadanya. Arlyn berusaha tak acuh ia selalu berpikir, teman yang baik akan ada di setiap saat hidupnya. Bahkan Sasa seseorang yang ia anggap sahabat tak ada di sisinya saat masa masa sulitnya. Dan yang paling mengejutkan adalah saat Ayahnya berkata bahwa Sasa lah yang menyebarkan fitnah yang dijatuhkan pada Ayahnya dan berimbas padanya. Entah apa yang Sasa pikirkan saat melakukan itu. Entahlah Arlyn tak ingin tahu dia sudah lelah dengan semua masalah yang menghampirinya.

    Namun saat Arlyn ingin menenangkan pikirannnya dan tak memikirkan apapun Sasa justru datang menghampirinya dan tanpa rasa bersalah Sasa duduk di bangku sampingnya.

    "Harusnya aku duduk di sini minta maaf ya lyn? Tapi sayangnya aku gak pernah merasa bersalah atas apa yang aku lakuin" Sasa memulai pembicaraannya namun Arlyn tak menggubrisnya sama sekali dia hanya terdiam tanpa melakukan apapun bahkan pandangannya terlihat kosong. "Tapi itu pantas buat kamu lyn, saat dulu kamu dapet semuanya terus kamu terpuruk tapi aku tahu kamu masih bisa bangkit. Kesempatan aku cuma satu buat bikin kamu jatuh sejatuh-jatuhnya dengan gunain kelemahan kamu. Kamu tahu saat dulu kamu bisa dapetin semua yang kamu mau sedangkan aku engga? Rasanya sakit lyn. Kamu bahkan rebut posisi yang selalu ibu akau inginkan, menjadi seorang anak dengan nilai tertinggi" Sasa berbicara dengan emosinya yang sudah dipuncak tapi dia tetap mengutamakan kesopanannya saat ini karena semua anak kelas yang terus memandangnya dengan penasaran.

    Arlyn masih saja terdiam tak mau menghiraukan Sasa, kini Arlyn percaya tak pernah ada yang namanya sahabat sejati. Arlyn memang tak bisa hidup sendiri dia butuh teman, hanya teman bukan sahabat walaupun sedih tapi setidaknya sampai ia masuk perguruan tinggi ia tak mau berinteraksi terlalu dekat dengan orang lain. Ia butuh waktu untuk melupakan semuanya, ia harus menutup masa lalunya yang kelam dan memulai sesuatu yang baru. Arlyn akan berusaha untuk bisa masuk ke perguruan tinggi tempat Bundanya dulu untuk bisa menghapus segala yang telah ia alami. Lingkungan yang baru mungkin akan membuat pengalaman baru bagi hidupnya.

    Apa yang Arlyn rencanakan selalu didukung oleh Levi bakan Levi pun memerlukan lingkungan baru untuk menutup kenangannya disini. Levi juga akan menebus kesalahannya dengan terus berada di sisi Arlyn sampai Arlyn menemukan pasangan hidupnya kelak.

-THE END-

Comments