Tragedi Lalu ; by Aninda Aulia

 Tragedi Lalu

Pagi hari ini terasa panas. Aku duduk di aula sekolah bersama Mela, dia temanku. Aku melihat koridor kelas IX sangat sepi karena jam pelajaran ke-4 masih berlangsung. Hanya ada beberapa murid saja yang berjalan melalui koridor kelas IX,mungkin mereka ingin pergi ke toilet. Detik hingga menit terus berlalu, tinggal menunggu 10 menit lagi bel tanda istirahat akan berbunyi, karena jam sudah menunjukan pukul 09.50. Tepat saat bel istirahat berbunyi, sebagian murid kelas IX langsung memenuhi koridor yang awal nya sepi dan langsung menuju ke kantin. Hanya ada beberapa murid saja yang memilih untuk diam di kelas sambil menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah.
Saat koridor sedang ramai, aku melihat dua anak laki-laki sedang saling mengejar dan tanpa sengaja salah satu diantara mereka jatuh tersungkur karena menginjak tali sepatu nya sendiri. Mungkin dia lupa mengikat nya atau mungkin tidak erat mengikat nya,hm entahlah.

Aku melihat telapak tangan anak tersebut berdarah,sepertinya dia mencoba untuk menahan tubunya menggunakan telapak tangan agar tidak jatuh. Dengan cepat aku langsung mengajak Mela untuk membantu anak itu, karena dia terlihat kesakitan. Kami berdua langsung membantu anak laki laki itu untuk pergi ke UKS agar luka di tangan nya bisa segera diobati. Petugas PMR disekolah ku dengan sigap mengambil air untuk membersihkan darah di tangan anak itu dan memberi obat agar luka itu cepat kering, tak lupa mereka memberikan perban agar luka nya tidak lagi terkena debu,ditakutkan akan menjadi infeksi jika terkena debu lagi. Aku sempat bertanya nama anak laki laki tersebut sebelum dia pergi untuk kembali ke kelas,dia Alex.

"Hey,ayo balik ke kelas." ajak Mela.

"Duluan sajalah,aku ingin disini." tanpa aku sadar aku berbicara seperti itu kepada Mela. 

Aku merasa ingin berada disini sendiri.ya,sendiri.
Mela hanya mengangguk dan langsung kembali ke kelas. Aku tidak mengerti, tapi aku sangat ingin membuka sebuah pintu yang ada di dalam UKS,seperti pintu kamar mandi atau apalah aku tak tahu. Pintu itu tidak pernah dibuka dan selalu terkunci, bahkan petugas PMR pun tidak tahu ruang apa itu dan tidak diperbolehkan untuk masuk kesana. Aku mengurungkan niat ku untuk mencoba membuka pintu tersebut karena banyak murid dan guru yang melewati ruang UKS. Aku lebih memilih untuk berbaring di atas kasur yang ada di UKS.

"Hey,cepat bangun kita harus pergi dari sini!"

Perlahan aku membuka mata ku dan melihat seorang wanita yang kira-kira seumur denganku tapi dia memakai almamater tahun 1978 dan aku juga memakai almamater yang sama,padahal aku sangat ingat bahwa aku memakai almamater tahun 2016.

"Semua murid dan guru disini dibantai habis oleh sekelompok orang gila itu!" kata orang 
itu sambil menangis terisak. 

"Kita harus pergi dari tempat ini! Cepat! Aku tidak mau mati karena orang gila itu!" 

Aku hanya diam sambil mengikuti orang itu yang menarik lengan ku agar aku lari bersamanya.

"Tapi sebenarnya ada apa?aku tidak mengerti" tanyaku yang masih bingung apa yang terjadi sebenarnya. Tapi dia hanya diam dan tak menjawab rasa penasaranku. Saat sampai di aula bawah,tubuhku terasa sangat lemas karena tak percaya dengan apa yang aku lihat. Banyak murid dan guru yang sudah terkulai lemas di sekitar aula utama dan banyak darah yang keluar dari tubuh mereka. Aku tak bisa lagi berbicara,waktu seperti berhenti, aku tak tahu harus melakukukan apa sekarang. Dena menarik lagi lengan ku dan berlari dengan sangat cepat. Ya,dia Dena,aku sempat melihat namanya yang tercetak di baju nya saat berlari menuju aula tadi. Aku dan Dena berlari menaiki tangga menuju aula atas,saat kami akan berjalan masuk kedalam aula atas, ada seseorang dari arah kiri ku dan Dena, ia memakai jubah hitam yang menutupi seluruh tubuh nya dan sebagian wajah nya, orang itu berjalan mendekat kearah kami sambil membawa sebilah pisau yang ujung nya sangat tajam, pisau dan jubah yang dipakai orang itu di penuhi oleh darah segar. Dena kembali menarik lengan ku dan mengajak ku berlari ke tangga lain menuju toilet yang berada paling atas sekolah ku. Saat sampai disana aku melihat beberapa orang yang terkulai lemas, sama seperti orang orang yang aku lihat saat Dena mengajakku ke aula utama. Saat aku terdiam karena rasa takut menyelimuti ku, tanpa sadar Dena sudah berdiri diatas kursi dan terlihat seutas tali di hadapan Dena.

"Aku tidak ingin mati karena ulah orang gila itu! Lebih baik aku mati dengan cara ini!" 

Aku melihat nya,aku melihat bagaimana dia mati dengan cara gantung diri.
Aku tersadar setelah melihat kejadian yang membuat ku merasa sangat ketakutan. Saat aku tersadar, aku sedang berada di tempat itu, tempat saat aku melihat Dena...ah sudahlah. Dengan cepat aku langsung pergi meninggalkan tempat tersebut dan berlari menuju kelas. Aku melihat almamater ku kembali lagi menjadi tahun 2016, bukan tahun 1978. "Dena." ucap ku masih saja tak percaya dengan semua yang aku lihat.

"Ada apa?" tanya Mela ketika aku sampai dikelas

"Bicaralah kejadian tadi hanya mimpi!" jawabku setengah berteriak

"Apa maksudmu?aku tidak mengerti,apa yang terjadi?ada apa denganmu sebenarnya?" 
kata Mela karena penasaran dengan sikap yang aku tunjukan.
Dengan mencoba tetap tenang,aku berusaha menceritakan semua yang aku lihat. Mela terlihat kaget,tapi seperti belum percaya betul apa yang aku ucapkan tadi.

"Kamu serius?kenapa bisa?" tanya Mela lagi.

"Aku tidak mengerti,aku hanya tertidur di UKS dan ada seseorang yang membangunkan ku!" suara ku terdengar sedikit serak karena tadi aku bercerita sambil menangis.

Mela terlihat sedang berpikir saat aku selesai bercerita.

"Ikut aku ke ruang perpustakaan!" kata Mela

Saat di ruang perpustakaan,aku hanya nelihat Mela yang sedang sibuk mencari sesuatu di rak khusus koran/majalah dan mengambil satu koran yang berisi artikel tentang kejadian yang terjadi pada tahun 1978. Aku ikut melihat koran tersebut dan tak sengaja melihat sebuah foto yang terpampang di koran tersebut.

"Dia Dena,Mel!" jawab ku sedikit tak percaya melihat foto dalam artikel itu. Mela hanya diam sambil membaca artikel tersebut.

"Kalian mengenal Dena?" Tanya Alex yang tiba tiba muncul dengan senyum yang terlihat terpaksa terlukis di wajahnya. Aku mulai menceritakan semuanya kepada Alex. Dia diam selama beberapa detik dan mulai bicara.

"Dia kakak ku,Dena adalah kakak ku" jawab Alex yang membuat aku dan Mela bungkam

"Ma..maksudmu?" tanyaku dengan sedikit ragu.

"Ya,Dena adalah kakak ku. Mama bercerita bahwa sebenarnya aku mempunyai kakak tetapi dia jauh. Aku mencoba mencari tahu keberadaan kakak ku dan suatu malam aku melihat ka Dena di mimpiku,dia seperti berusaha menghapus rasa penasaran ku dengan memberitahu bahwa dia sudah tidak lagi hidup di dunia berasama ku. Pagi nya aku menceritakan semua yang aku lihat di mimipku kepada mama dan papa. Awalnya mereka masih belum mau memberitahu ku,tetapi akhirnya mereka berkata jujur tentang kak Dena." kata Alex yang terlihat semakin murung.

"Apa yang terjadi dengan kakak mu,Alex?" tanyaku,pura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.

"Dia meninggal karena bunuh diri, kakak ku salah satu murid yang sangat menjungjung tinggi hak hidup manusia pada saat itu, tapi ada satu komunitas yang beranggapan bahwa manusia itu membuat rusak segala yang ada di dunia dan berusaha membunuh kakak ku yang selalu mengagalkan usaha mereka untuk melakukan pembantaian. Komunitas itu sengaja melakukan pembantaian di sekolah ini dan mencoba mencari kakak ku untuk mereka bunuh. Tapi kakak ku tidak ingin mati karena ulah gila mereka dan dia memilih untuk bunuh diri. Pintu yang berada di dalam UKS adalah tempat saat semua jasad guru dan murid sekolah ini di simpan, tapi sekarang semua jasad sudah dikuburkan. Agar tetap aman, pintu itu sengaja dikunci." jelas Alex dengan sangat rinci. 
"Sepertinya kamu mengetahui sesuatu,apakah kamu diajak oleh kak Dena ke masa lalu?apa kamu melihat semua nya?" tanya Alex yang membuatku tak bisa lagi mengelak
"emm,y...ya,aku melihat semua kejadian itu" jawab ku dengan mencoba menyembunyikan rasa takut ku

"Kau tidak perlu takut, kak Dena hanya ingin kamu mengetahui tentang hidupnya yang singkat dan penuh perjuangan." jelas Alex yang membuatku sedikit tenang.

"Apakah kamu pernah bertemu dengan nya?" tanya ku

"Tidak, aku sering melihat dia di mimpi saja, dia selalu bercerita bagaimana dia saat sekolah, bagaimana dia saat berkumpul bersama teman temannya dan dia sering sekali meminta ku untuk menjaga mama dan papa agar mereka tidak terus menerus memikirkan kematian ka Dena" jawab Alex sambil sedikit menundukan kepalanya.

"Lebih baik kita berdoa saja agar kak Dena bisa tenang" kata ku mencoba menenangkan Alex.

"Terima kasih,aku menjadi tenang setelah bercerita tentang kehidupan kakak ku." "aku pergi ke kelas duluan ya." kata Alex seraya bangkit dari duduk nya dan berjalan meninggalkan ruang perpustakaan.

Rasa takut ku perlahan mulai hilang, aku sangat berterima kasih kepada Alex yang telah membuat ku merasa tidak lagi ketakutan. Dan tentu nya kepada Kak Dena yang telah mengajak ku melihat tragedi tahun 1978.

Comments