Tragedi Lalu ; by Aninda Aulia
Tragedi Lalu
Saat
koridor sedang ramai, aku melihat dua anak laki-laki sedang saling
mengejar dan tanpa sengaja salah satu diantara mereka jatuh tersungkur
karena menginjak tali sepatu nya sendiri. Mungkin dia lupa mengikat nya
atau mungkin tidak erat mengikat nya,hm entahlah.
Aku
melihat telapak tangan anak tersebut berdarah,sepertinya dia mencoba
untuk menahan tubunya menggunakan telapak tangan agar tidak jatuh.
Dengan cepat aku langsung mengajak Mela untuk membantu anak itu, karena
dia terlihat kesakitan. Kami berdua langsung membantu anak laki laki itu
untuk pergi ke UKS agar luka di tangan nya bisa segera diobati. Petugas
PMR disekolah ku dengan sigap mengambil air untuk membersihkan darah di
tangan anak itu dan memberi obat agar luka itu cepat kering, tak lupa
mereka memberikan perban agar luka nya tidak lagi terkena
debu,ditakutkan akan menjadi infeksi jika terkena debu lagi. Aku sempat
bertanya nama anak laki laki tersebut sebelum dia pergi untuk kembali ke
kelas,dia Alex.
"Hey,ayo balik ke kelas." ajak Mela.
"Duluan sajalah,aku ingin disini." tanpa aku sadar aku berbicara seperti itu kepada Mela.
Aku merasa ingin berada disini sendiri.ya,sendiri.
Mela
hanya mengangguk dan langsung kembali ke kelas. Aku tidak mengerti,
tapi aku sangat ingin membuka sebuah pintu yang ada di dalam UKS,seperti
pintu kamar mandi atau apalah aku tak tahu. Pintu itu tidak pernah
dibuka dan selalu terkunci, bahkan petugas PMR pun tidak tahu ruang apa
itu dan tidak diperbolehkan untuk masuk kesana. Aku mengurungkan niat ku
untuk mencoba membuka pintu tersebut karena banyak murid dan guru yang
melewati ruang UKS. Aku lebih memilih untuk berbaring di atas kasur yang
ada di UKS.
"Hey,cepat bangun kita harus pergi dari sini!"
Perlahan
aku membuka mata ku dan melihat seorang wanita yang kira-kira seumur
denganku tapi dia memakai almamater tahun 1978 dan aku juga memakai
almamater yang sama,padahal aku sangat ingat bahwa aku memakai almamater
tahun 2016.
"Semua murid dan guru disini dibantai habis oleh sekelompok orang gila itu!" kata orang
itu sambil menangis terisak.
"Kita harus pergi dari tempat ini! Cepat! Aku tidak mau mati karena orang gila itu!"
Aku hanya diam sambil mengikuti orang itu yang menarik lengan ku agar aku lari bersamanya.
"Tapi
sebenarnya ada apa?aku tidak mengerti" tanyaku yang masih bingung apa
yang terjadi sebenarnya. Tapi dia hanya diam dan tak menjawab rasa
penasaranku. Saat sampai di aula bawah,tubuhku terasa sangat lemas
karena tak percaya dengan apa yang aku lihat. Banyak murid dan guru yang
sudah terkulai lemas di sekitar aula utama dan banyak darah yang keluar
dari tubuh mereka. Aku tak bisa lagi berbicara,waktu seperti berhenti,
aku tak tahu harus melakukukan apa sekarang. Dena menarik lagi lengan ku
dan berlari dengan sangat cepat. Ya,dia Dena,aku sempat melihat namanya
yang tercetak di baju nya saat berlari menuju aula tadi. Aku dan Dena
berlari menaiki tangga menuju aula atas,saat kami akan berjalan masuk
kedalam aula atas, ada seseorang dari arah kiri ku dan Dena, ia memakai
jubah hitam yang menutupi seluruh tubuh nya dan sebagian wajah nya,
orang itu berjalan mendekat kearah kami sambil membawa sebilah pisau
yang ujung nya sangat tajam, pisau dan jubah yang dipakai orang itu di
penuhi oleh darah segar. Dena kembali menarik lengan ku dan mengajak ku
berlari ke tangga lain menuju toilet yang berada paling atas sekolah ku.
Saat sampai disana aku melihat beberapa orang yang terkulai lemas, sama
seperti orang orang yang aku lihat saat Dena mengajakku ke aula utama.
Saat aku terdiam karena rasa takut menyelimuti ku, tanpa sadar Dena
sudah berdiri diatas kursi dan terlihat seutas tali di hadapan Dena.
"Aku tidak ingin mati karena ulah orang gila itu! Lebih baik aku mati dengan cara ini!"
Aku melihat nya,aku melihat bagaimana dia mati dengan cara gantung diri.
Aku
tersadar setelah melihat kejadian yang membuat ku merasa sangat
ketakutan. Saat aku tersadar, aku sedang berada di tempat itu, tempat
saat aku melihat Dena...ah sudahlah. Dengan cepat aku langsung pergi
meninggalkan tempat tersebut dan berlari menuju kelas. Aku melihat
almamater ku kembali lagi menjadi tahun 2016, bukan tahun 1978. "Dena."
ucap ku masih saja tak percaya dengan semua yang aku lihat.
"Ada apa?" tanya Mela ketika aku sampai dikelas
"Bicaralah kejadian tadi hanya mimpi!" jawabku setengah berteriak
"Apa maksudmu?aku tidak mengerti,apa yang terjadi?ada apa denganmu sebenarnya?"
kata Mela karena penasaran dengan sikap yang aku tunjukan.
Dengan
mencoba tetap tenang,aku berusaha menceritakan semua yang aku lihat.
Mela terlihat kaget,tapi seperti belum percaya betul apa yang aku
ucapkan tadi.
"Kamu serius?kenapa bisa?" tanya Mela lagi.
"Aku
tidak mengerti,aku hanya tertidur di UKS dan ada seseorang yang
membangunkan ku!" suara ku terdengar sedikit serak karena tadi aku
bercerita sambil menangis.
Mela terlihat sedang berpikir saat aku selesai bercerita.
"Ikut aku ke ruang perpustakaan!" kata Mela
Saat
di ruang perpustakaan,aku hanya nelihat Mela yang sedang sibuk mencari
sesuatu di rak khusus koran/majalah dan mengambil satu koran yang berisi
artikel tentang kejadian yang terjadi pada tahun 1978. Aku ikut melihat
koran tersebut dan tak sengaja melihat sebuah foto yang terpampang di
koran tersebut.
"Dia Dena,Mel!" jawab ku sedikit tak percaya melihat foto dalam artikel itu. Mela hanya diam sambil membaca artikel tersebut.
"Kalian
mengenal Dena?" Tanya Alex yang tiba tiba muncul dengan senyum yang
terlihat terpaksa terlukis di wajahnya. Aku mulai menceritakan semuanya
kepada Alex. Dia diam selama beberapa detik dan mulai bicara.
"Dia kakak ku,Dena adalah kakak ku" jawab Alex yang membuat aku dan Mela bungkam
"Ma..maksudmu?" tanyaku dengan sedikit ragu.
"Ya,Dena
adalah kakak ku. Mama bercerita bahwa sebenarnya aku mempunyai kakak
tetapi dia jauh. Aku mencoba mencari tahu keberadaan kakak ku dan suatu
malam aku melihat ka Dena di mimpiku,dia seperti berusaha menghapus rasa
penasaran ku dengan memberitahu bahwa dia sudah tidak lagi hidup di
dunia berasama ku. Pagi nya aku menceritakan semua yang aku lihat di
mimipku kepada mama dan papa. Awalnya mereka masih belum mau memberitahu
ku,tetapi akhirnya mereka berkata jujur tentang kak Dena." kata Alex
yang terlihat semakin murung.
"Apa yang terjadi dengan kakak mu,Alex?" tanyaku,pura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.
"Dia
meninggal karena bunuh diri, kakak ku salah satu murid yang sangat
menjungjung tinggi hak hidup manusia pada saat itu, tapi ada satu
komunitas yang beranggapan bahwa manusia itu membuat rusak segala yang
ada di dunia dan berusaha membunuh kakak ku yang selalu mengagalkan
usaha mereka untuk melakukan pembantaian. Komunitas itu sengaja
melakukan pembantaian di sekolah ini dan mencoba mencari kakak ku untuk
mereka bunuh. Tapi kakak ku tidak ingin mati karena ulah gila mereka dan
dia memilih untuk bunuh diri. Pintu yang berada di dalam UKS adalah
tempat saat semua jasad guru dan murid sekolah ini di simpan, tapi
sekarang semua jasad sudah dikuburkan. Agar tetap aman, pintu itu
sengaja dikunci." jelas Alex dengan sangat rinci.
"Sepertinya
kamu mengetahui sesuatu,apakah kamu diajak oleh kak Dena ke masa
lalu?apa kamu melihat semua nya?" tanya Alex yang membuatku tak bisa
lagi mengelak
"emm,y...ya,aku melihat semua kejadian itu" jawab ku dengan mencoba menyembunyikan rasa takut ku
"Kau
tidak perlu takut, kak Dena hanya ingin kamu mengetahui tentang
hidupnya yang singkat dan penuh perjuangan." jelas Alex yang membuatku
sedikit tenang.
"Apakah kamu pernah bertemu dengan nya?" tanya ku
"Tidak,
aku sering melihat dia di mimpi saja, dia selalu bercerita bagaimana
dia saat sekolah, bagaimana dia saat berkumpul bersama teman temannya
dan dia sering sekali meminta ku untuk menjaga mama dan papa agar mereka
tidak terus menerus memikirkan kematian ka Dena" jawab Alex sambil
sedikit menundukan kepalanya.
"Lebih baik kita berdoa saja agar kak Dena bisa tenang" kata ku mencoba menenangkan Alex.
"Terima
kasih,aku menjadi tenang setelah bercerita tentang kehidupan kakak ku."
"aku pergi ke kelas duluan ya." kata Alex seraya bangkit dari duduk nya
dan berjalan meninggalkan ruang perpustakaan.
Rasa
takut ku perlahan mulai hilang, aku sangat berterima kasih kepada Alex
yang telah membuat ku merasa tidak lagi ketakutan. Dan tentu nya kepada
Kak Dena yang telah mengajak ku melihat tragedi tahun 1978.
Comments
Post a Comment